28.7.10

Sujud, Harga Sudah Pada Naik!

Menjelang maghrib Sujud tampak baru keluar dari pintu samping rumah Haji Soleh yang daun pintunya setinggi hampir tiga meter. Haji Soleh ini orang yang dianggap paling kaya sedesa. Rumahnya yang besar model zaman kolonial dibentengi tembok setinggi empat meter. Halaman rumahnya dan juga pekarangan, luasnya kemana-mana. Sujud tidak setiap hari di rumah itu, sekedar sering bila diminta mengerjakan sesuatu.

Gerbang kayu yang kokoh itu ditinggalkannya dengan langkah yang cepat. Bukan karena terburu-buru, tapi Sujud ini kalau sudah jalan kebiasaannya memang langsung tancap gas. Nggak pernah Sujud nampak berjalan pelan alias enggang-enggong1 seperti Wa Kampleng yang kurus kering tetangga rumahnya yang sudah super tua di sana. Badannya yang hanya berbalut kaos kutang tampak kekar dengan kulit hitam mengkilat. Cara berjalannya yang  cepat membuat orang-orang yang sering memperhatikannya menyebut dia "Sepur2 Kumprung".

Kumprung? ya demikianlah istilah untuk menyebut sinting bagi masyarakat desa Silongok tempat Sujud tinggal. Apa Sujud sinting? Istilah yang tepat mungkin adalah keterbelakangan mental. Sujud yang kekar ini memang oon, badannya gede, tenaganya kuat, cepat kalau diminta manjat pohon kelapa, tapi kalau mau mengajak dia ngomong  harus telaten dengan bahasa yang semudah mungkin.

Keluar dari pekarangan rumah Haji Soleh yang seluas lapangan bola Sujud sudah ditunggu anak-anak muda yang nongkrong di warung Yu Sanah. Anak-anak muda ini yang setiap harinya nongkrong di warung medangan gemar sekali menggoda Sujud setiap kali dia lewat di sana.

"Jud, klapane loro mene, lha!"3 Johan yang terkenal preman desa situ sudah langsung ngaruh-aruh4 dengan lagak-lagunya nengkreng di jok motor entah punya siapa.

"Aja!"5 Sujud langsung memindahkan kandi6 yang berisi  kelapa dari tangan kiri ke tangan kanannya demi menjauhi jangkauan Johan. Kelapa-kelapa itu sudah ditunggu Yu Sanah tukang warung. 

Kelapa yang pastinya hasil upah itu memang akan dijual. Sudah biasa, kalau usai disuruh manjat kelapa oleh Haji Soleh dan diberi upah kelapa Yu Sanah lah yang jadi penadahnya. Tak cuma kelapa, bawang merah atau yang lainpun mampirnya ke situ-situ juga. Sebenarnya banyak yang mengharapkan Sujud menjual hasil kerjanya itu kepada mereka, tapi karena posisi warung Yu Sanah tepat di seberang gerbang rumah Haji Soleh maka ibu ganjen itulah yang beruntung. Beruntung karena biasanya Sujud dibayar berapapun pasti mau.

"Lima tok, Jud!?"7 tanya Yu Sanah basabasi.


"Iya, wong nggeine lima, sih"8 jawab Sujud seperti biasa polos.


"Ya wis, kyeh! Esih duwe rokok ora?" 9Sembari menyodorkan uang yang tetap digenggam, sudah kebiasaan pedagang langsung memberi tawaran lain.

"Ora lah, duwite kongkon nggo tuku beras ning mboke."10

Sujud langsung menerima uang, melihatnya sebentar, tanpa menghitung dia langsung balik badan tancap gas.

"Ya, detung disit oh, Jud."11 lagi Si Johan menggodanya.

"Pan Puasa Jud, regan pada mundak kabeh, njaluk tambahi!"12 yang lain mulai ikut-ikut.

"Aja nggugu Jud, wong edan ka dirongokena."13 sergah Yu Sanah menangkis omongan brandalan kampung itu, "Wis balik mana, wis sore. Mbokene ngenteni ning umah, cepet mana."14

Sujud pun langsung ngebut  diiringi tawa cekakakan anak-anak muda yang selalu rame. "Jud, kiye duite tiba sewu!"15 Sampai badan hitam mengkilat itu menjauh, seruan menggoda dan tawa  masih terus bersahutan.

Orang seperti Sujud memang selalu jadi bahan mainan di manapun. Yang tak sebloon Sujud saja tak jarang dipermainkan di banyak tempat, apalagi yang seperti dia. Tapi itu realitas, kita sering menjadikan kekurangan atau kesusahan orang lain sebagai hiburan. Tak hanya itu, bahkan sering kesusahan orang lain itu dibuat sedemikian rupa dan dijadikan semacam kudapan siang dan malam oleh mereka yang berhati busuk.

"Orang seperti Sujud itu pernah bersedih atau tidak, ya?" tanya Lanang setelah semua tawa reda.
"Apalagi sedih, seneng saja enggak." Johan menjawab sekenanya.

"Pernah ada yang lihat Sujud tertawa nggak?" tanya Lanang melanjutkan.

"Pernah Yu?" Johan memantulkan pertanyaan itu ke Yu Sanah yang asyik ngitung duit.

"Mbuh temen!"16 cletuk Yu Sanah yang langsung diikuti tawa rame-rame.

"Yang pasti manusia itu ada yang sedih dan ada yang senang." Kali ini Johan terkesan bijak berkomentar. "Kabeh wong kuwe padha!17 Sekaya-kayanya orang seperti Nabi Suleman, pasti pernah sedih. Juga apa susahnya Sujud, disuruh-suruh juga nggak pernah mbanggel18, nurut saja. Dikasih berapa saja mau, jangan-jangan malah lebih banyak senengnya."

"Wong edan coba, mereka bisa ketawa sendiri. Kalau kita kan butuh orang lain buat bisa ketawa." Yu Sanah nyambung.

"Sapa sing edan Yu?"19

"Raimu oh!"20

Bunyi tawa pun langsung menggema di sore yang terus meremang itu. Orang-orang tua berpeci yang sedang berjalan menuju mesjid hanya geleng-geleng kepala menyaksikan semua. Suara Adzan mulai menggema dan lampu-lampu jalanan satu per satu menyala.

Keterangan:
1. Sempoyongan.
2. Lokomotif.
3. Jud, kelapanya sini dua.
4. Menyapa
5. Jangan.
6. Karung beras dari plastik
7. Cuma lima, Jud.
8. Iya, ngasihnya cuma lima.
9. Ya sudah, nih. Masih punya rokok?
10. Enggak ah. Duitnya disuruh buat beli beras sama ibu.
11. Hitung dulu, Jud.
12. Mau puasa, semua harga naik, minta tambahi.
13. Jangan dengarkan orang gila.
14. Sudah pulang sana, sudah sore. Ibumu menunggu di rumah, cepat.
15. Jud, nih duitnya jatuh seribu.
16. Nggak tau.
17. Semua orang sama.
18. Menolak.
19. Siapa yang gila Yu.
20. Kamu.

9 komentar:

Sungai Awan mengatakan...

Yang edan raimu gan kesimpulannya hehe

gaelby mengatakan...

Cerpennya smart dan edukatif.
Tokoh Sujud inspiratif dan mengesankan. Salam sobat :)

Unknown mengatakan...

rutinitas malam kang
belu habis lagi bacanya
saye copy je lah
nak bace kat rumah

Muhammad A Vip mengatakan...

Juragan Tomo: ya begitulah hahaha

Gaelby: Salam juga

Aby : Oke lah kalo begitu.

ivonie mengatakan...

Orang seperti Sujud, pernah ada di desa sy. Yah begt, jd bhan olok2an . Salam kenal ^^

Unknown mengatakan...

rutinitas malam kang
malam waktunya berBW ria
hihi

Muhammad A Vip mengatakan...

Ivone: sama-sama.
Aby: malam terus?

alkatro mengatakan...

kadang saya malah lebih nyaman ngobrol dg orang model kang sujud, orang yg bisa lebih sante dlm ngadepin hidup dan jujur apa adanya.. he he

Muhammad A Vip mengatakan...

jiox: saya malah belum pernah ngobrol sama dia