entah di kelokan keberapa, kini
sunyi seperti belati, mendaki menuju ngeri.
jejak-jejak kaki meninggalkan
cemas di hati dengan ragam prosesi
seperti musim gugur, dedaun tanggal
mengerti umur, angin menerbangkan waktu
dan berlalu
perjalanan yang menegangkan
lelah menyesakkan
entah di kelokan keberapa, kini
kerikil-kerikil seperti telah lama menanti
menari penuh benci merayakan gundahnya hati
bersepakat dengan angin yang menderas
menghamparkan rindu pada
dekapan seorang perempuan
yang semanis madu
perjalanan ini memilukan
entah di kelokan keberapa, kini
matahari terus mengayun cemeti
diperas peluh tubuh penuh daki
memelas mengharap arti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar