10.11.09

Ziarah Malam

Malam hampir menggapai puncaknya
di teras sebuah galeri yang luas dan bebas.
Dua buah lampu panjang menerangi kami
yang lelah melewati hari dan
gelisah menanti pagi.
Tak ada yang bicara di antara kami
yang rebah bersama angan
duduk pasrah memandang sepengelihatan.
Hanya tangis lirih perempuan
suaranya tertahan, ia meringkuk
menghadap dinding kaca hitam yang menakutkan.
Angin bertiup kencang menghempaskan
plastik sisa bungkus makanan
dan debu jalanan ke mataku yang lalang.
Tubuh wanita itu berguncang disertai isakan,
memunggunginya seorang lelaki dengan rokok fiter ditangan.
Dua anak kecil berserakan seperti sampah atau rongsokan.

Malam hampir menggapai puncaknya
di anganku yang melesat ke masa lalu,
menziarahi ibuku yang lama tak ku sentuh tangannya dan
ku lirik raut wajahnya.
Ibu yang tak pernah mampu kupahami.
Kini di sini baru kucoba mengerti
bahwa dalam kelelahan menggendong harapan,
dalam tangisan yang tanpa kepedulian
keluasan dan kebebasan cuma citraan.
Angin bertiup kencang menghempaskan
dedaunan kering dan kertas koran bekas bungkus makanan

Tidak ada komentar: